Menangis merupakan hal yang lumrah ditemukan dalam kehidupan manusia. Mungkin tidak ada orang yang tidak pernah menangis dalam rentang kehidupannya. Melalui cucuran air mata manusia meluapkan rasa akibat penderitaan dan kesedihan. Sehingga ketegangan-ketegangan emosional yang sedang dialaminya dapat berkurang.
Selain air mata terkait emosi, Lea Winerman
mengungkapkan di situs American Psychological Association (APA) bahwa ada
dua jenis air mata lainnya yaitu basal dan refleks. Air mata basal berguna
untuk tetap menjaga mata supaya tidak kering, sementara air mata refleks keluar
apabila mata ditimpa debu atau terkena aroma bawang.
Penelitian van Hemert dan kolega yang
berjudul Country and Crying: Prevalences and Gender Differences terhadap
7000 orang di 37 negara mengungkapkan bahwa perempuan menangis secara emosional
sekitar 30 sampai 64 kali per tahun. Di lain pihak, laki – laki menangis 5
hingga 17 kali per tahun. Tampaknya, terdapat perbedaan yang mencolok menurut
jenis kelamin dalam urusan tangisan.
Sekiranya ditanya tentang bila
seseorang mulai menangis, barangkali jawaban semua orang sama yakni, saat
pertama kali keluar dari rahim ibu. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa
seseorang mesti menangis ketika pertama kali kedunia? Bukankah dia masuk ke
alam yang lebih besar daripada perut ibunya?
Jawabannya akan diusahakan oleh tulisan ini.
Pertama, mari kita berfikir dengan
membandingkan cara seseorang mendapatkan makanan yang merupakan kebutuhan
dasar. Di dalam perut ibu, seseorang akan memakan apa yang beliau makan,
sehingga ini menjadi proses yang simultan dalam makna ketika si ibu makan maka
anak juga akan langsung menikmatinya.
Ketika manusia lahir ke dunia dia
telah terpisah dengan kebiasaan itu. Dia tidak lagi bisa menikmati makanan yang
ibunya makan dalam waktu hampir bersamaan. Tangisan kemudian menjadi alat untuk
“meminta” makanan kepada ibunya. Inipun tidak bisa berlangsung secara terus
menerus atau dalam waktu yang lama, sebab ibu ternyata mempunyai kesibukan
lain. Konsekuensinya, apabila lapar, seseorang mesti menangis lagi sehingga
ibunya akan kembali menyusuinya.
Kedua, kita akan coba lihat dari
referensi utama muslim yaitu Quran. Pada surat al A’raf ayat 172 Allah bertanya
kepada manusia, bukankah Aku ini Tuhanmu? Manusia lalu menjawab: Benar! Kami
bersaksi. Inilah ayat perjanjian manusia dengan Pencipta ketika ruh ditiupkan
kedalam raga seseorang ketika masih dalam perut ibunya.
Sekaligus penyebab utama mengapa
manusia menangis saat pertama kali menghirup udara dunia. Karena perjanjian ini
bukanlah perjanjian biasa melainkan perjanjian hakiki antara manusia dengan
Allah. Sebuah perjanjian yang memunculkan konsekuensi bahwa manusia harus
tunduk kepada sang Penciptanya selama hidup.
Dengan kata lain, ini adalah amanah
eksistensi manusia di muka bumi, karena beratnya amanah tersebut maka manusia
menangis ketika dilahirkan.
Tangisan manusia ternyata berlanjut.
Dengan berbagai macam alasan, waktu mencapai usia dewasapun manusia masih saja
menangis. Misalnya, sakit hati, dikhianati, ditinggal pergi orang yang dicintai
dan sebagainya. Manakah tangisan yang hakiki?
Terkait dengan ayat yang disampaikan
di atas,Naquib Al Attas menjelaskan bahwa terminologi manusia itu dalam bahasa
Arab disebut insan yang berakar dari kata nasiya. Manusia disebut insan karena
setelah mereka melakukan perjanjian dengan Allah, mereka lupa. Kelupaan inilah
yang membuat manusia menjadi tidak patuh kepada Allah, melakukan kezaliman dan
kejahilan. Meski demikian, Allah telah menciptakan manusia dengan kemampuan
untuk mengenali yang baik dan buruk, menemukan kebenaran dalam hidupnya.
Kemampuan natural yang ada pada
seseorang membuatnya sadar ketika dia telah melenceng dari jalan kebenaran. Dia
tahu bahwa dirinya telah berbuat banyak dosa, keluar dari aturan Allah serta
melanggar perjanjiannya. Di sinilah saat-saat dimana manusia menangis lagi.
Tangisan yang muncul karena
penyesalan yang amat mendalam sebab telah melanggar perjanjiannya. Dia lalu
meminta ampunan kepada Allah yang Maha Pengampun. Begitulah seterusnya, manusia
akan dan mestinya menangis ketika sadar ketika melanggar perintah Tuhan.
Kenyataannya tidak banyak manusia
yang menangisi keadaan dirinya yang telah banyak melakukan kesalahan dan dosa.
Mereka kebanyakan menangisi kehilangan. Mereka akan menangisi orang yang telah
meninggalkan mereka, meratapi harta mereka yang sudah musnah. Pengkhianatan datang,
kemudian mereka menangisi kekasih mereka yang pergi, menyesali keputusan di masa
lalu.
Benar bahwa kesedihan akan dirasa
ketika kita ditimpa musibah, mengalami ujian hidup, yang membuat derai air
mata. Namun ada yang lebih penting untuk ditangisi, yaitu diri yang telah
melanggar perjanjian dengan Tuhan.
0 Comments